Senin, 12 November 2012

Andai Aku Menjadi Ketua KPK

Korupsi menjadi sebuah dopamin yang menggerakkan para koruptor untuk semakin bejat menghancurkan sendi-sendi kehidupan di negara ini. Di segala sektor telah terjangkiti virus korupsi, teragis memang. Mulai dari hal yang sangat kecil hingga hal yang besar, semua sudah di wabahi oleh yang namanya korupsi. Bukankah segala hal yang besar itu berawal dari hal kecil ?.


Memulai Anti Korupsi Dari Diri Sendiri
Punya mimpi untuk menjadi Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) di negeri ini merupakan suatu cita-cita yang luar biasa berat. Kenapa berat? terang saja, korupsi yang sudah merambah di segala lini kehidupan di negeri ini apa mungkin seorang ketua KPK bisa mengatasi itu semua sendirian. Bilamanapun saya dipaksa untuk sekedar berandai-andai untuk menjadi seorang ketua KPK di negeri ini saya mungkin bingung harus memulai semuanya dari mana. Tapi bingung tidak membuat saya putus asa disini saja. Mungkin sebelum berandai-andai menjadi seorang ketua KPK di negeri ini, ada baiknya terlebih dahulu saya berandai-andai dan terlebih lagi mau untuk memulai anti korupsi pada diri saya sendiri.

Pernah sekali waktu, seorang teman dengan semangat menyatakan satu hal kepada saya bahwa dia "Anti Korupsi, dan sepenuh hati mendukung KPK untuk memberantas korupsi di negeri ini", tapi itu ternyata berbanding terbalik dengan perkataannya yang "Anti Korupsi". Saat perkuliahan dia malah minta 'titib absen' karena alasan malas atau apa lah itu. Seperti yang saya utarakan di awal, bukankah hal besar itu berawal dari hal kecil?. Fenomena titib absen di lingkungan perkuliahan sudah menjadi suatu yang lumrah dan bagian hal yang dianggap kecil bagi sebagian orang. Tapi disini lah, mengaku anti korupsi, tetapi ikut menumbuhkan bibit-bibit korupsi itu sendiri. 
Ayah saya pernah berkata, "kita adalah cerminan dari rumah kita". belakangan saya baru memahami apa yang pernah ayah saya bilang kepada saya, kita cerim dari rumah kita, kalo kita sering berbohong di luar berarti di lingkunagan keluarga pasti suka berbohong, entah sengaja ataupun tidak, entah sengaja di ajarkan berbohong atau tidak sengaja di ajarkan oleh lingkungan keluarga.
Kembali ke angan-angan jikalau saya menjadi ketua KPK, saya akan mulai pada diri sendiri, berusaha untuk selalu jujur dan adil atas semua yang dilakukan, kalau pun bukan saya yang mampu untuk melakukan itu nantinya saya akan mengajarkan kepada anak saya kelak nantinya. Mau tidak mau, kembali lagi, "kita adalah cerminan dari rumah kita". Semuanya kembali lagi dari asal, dari mana kita, bagai mana kita berasal. Kebaikan lahir dari kebaikan sebelumnya, tapi hal seperti ini menjadi absur untuk di katakan di zaman seperti ini, tapi minimal pasti ada yang bisa bertahan. Ini yang menurut saya menjadi cikal bakal apabila saya atau siapa saja yang ingin menjadi ketua KPK, berani untuk jujur di segala apa yang di lakukan mulai dari diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan RT, kampung, kelurahan, kecamatan, kota, provinsi, dan seterusnya Negara Indonesia kita yang tercinta. mau tidak mau.

Merubah Pandangan
Menurut saya, setelah mulai anti korupsi dari diri sendiri hal yang penting untuk di benahi adalah merubah cara pandang. Banyak anggapan-anggapan yang kiranya salah menyoal tentang korupsi. Korupsi adalah budaya, ini salah satu cara pandang kebanyakan orang yang menurut saya salah. Anggapan sebagian orang bahwa korupsi di negri ini sudah mebudaya, saya tidak sependapat sama sekali. Budaya di Indonesia tidak mengajarkan soal kecurangan seperti ini, dasarnya adalah kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan yang dianggap kecil dan sepele seperti 'titib absen' inilah yang merupakan bibit kebiasaan korup itu sendiri.
Saya ingat satu hal, saat duduk di bangku SMA. Seorang guru Ekonomi pernah bercerita soal korupsi, kira-kira tahun 2007-an, kalau tidak salah saat ada kasus mega skandal BLBI mulai menyeruak. Kasus ini cukup ramai di perbincangkan di daerah asal saya Jambi, karena salah satu tokoh yang terkait adalah Wakil Gubernur Jambi di masa itu, dan saat ini sang wakil sudah di pidana. Tapi kelanjutan kasus ini tidak tau titik terangnya sampai di mana. Lupakan dulu soal mega skalndal BLBI, kembali mengingat cerita seorang guru ekonomi menanggapi soal korupsi mega skandal tadi, di ujung ceritanya dia bilang "kalo korupsi jangan tanggung-tanggung, ibarat sebuah cangkir yang di isi air dari teko, apa bila terlalu penuh maka air nya akan keluar dan membasahi sampai kebawah-bawahnya. Sama seperti korupsi, kalo korupsinya sudah terlampau banyak, pasti orang di sekitar akan merasakan manfaatnya sama kaya cangkir yang di isi air kepenuhan tadi". Kata-kata ini masih saya ingat sampai sekarang, bagaimana bisa seorang pendidik melakukan pembentukan opini tolol semacam ini, di lingkungan pendidikan di beri pandangan dan cara berfikir tolol seperti ini. Akibat korupsi tidak ada manfaat yang bisa diambil. Korupsi tak ubahnya seperti benalu, menumpang hidup pada inangnya tanpa memberikan manfaat tapi malah menghisap sendi-sendi kehidupan tumbuhan inang nya hingga mati.
Bandingkan dengan katakanlah seorang pembunuh, efeknya hanya dirasakan oleh korban yg di bunuh terlebih lagi pada keluarganya yang merasakan kesedihan, sudah cukup disitu saja penderitaannya.  dibandingkan dengan koruptor, membunuh secara perlahan dan efeknya segenab rakyat yang merasakannya. Misalkan uang yang sejatinya di alokasikan untuk pendidikan, pangan, sandang, atau dana untuk membangun lapangan kerja, jika di korupsi makan efeknya, anak bangsa tidak bisa sekolah akhirnya menjadi bodoh, tidak bisa makan akhirnya mati kelaparan, tidak ada tempat tinggal akhirnya menjadi gelandangan, tidak ada lapangan pekerjaan akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa. Ujung-ujugnya seperti lingkaran setan, tak ada titik temu. ini yang paling biadab dari efek korupsi.
Paradigma yang seperti ini yang harus ditanamkan, tidak ada manfaat dari korupsi seperti analogi guru ekonomi saya diatas. Banyak lagi pandangan dan kebiasaan masyarakat kita soal korupsi yang sepele tapi itu salah. Pandangan dan cara berfikir ini yang musti di ubah.

Mulai Dari Sekarang
Kalo bukan sekarang, kapan lagi? mau nunggu negara kita hancur lebur karena kebiadaban korupsi?.
Soe Hok Gie pernah bilang "Kita generasi baru ditugaskan untuk memberantas generasi tua yang mengacau, kita akan menjadi hakim atas mereka yang di tuduh koruptor tua, kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia". Hanya ada dua piihan untuk menghadapi korupsi, diam atau lawan ! Diam saja berarti munafik, berani melawan berarti jagoan, bukankah lebih baik di kucilkan daripada menyerah pada kemunafikan. Mulai dari sekarang kita berusaha menghindari, menentang, dan melawan yang namanya korupsi walau pun itu memang sulit..

Andai Aku Menjadi Ketua KPK adalah sebuah angan-angan luhur di zaman yang agaknya absurd seperti sekarang ini, Tapi minimal masih ada yang berani berangan-angan. Kuncinya, jikalau berani ingin menjadi ketua KPK menurut saya adalah tidak cuma punya Integritas, kapabiitas dan loyalitas yang tinggi, tapi harus punya yang namanya kejujuran, dan mau memulai anti korupsi dari diri sendiri dan menyebarkan energi positif ini ke orang-orang disekitarnya. Bisa merubah Pandangan dan memberikan pengajaran yang positif untuk dirinya dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Selanjutnya, Mulai lah dari sekarang.

Andai Aku Menjadi Ketua KPK, setelah tiga hal di atas yang menurut saya penting untuk dijadikan sebagai dasar telah saya amalkan dengan baik, maka barulah sebagai ketua KPK saya harus tau dan memahami soal visi dan misi KPK itu seperti apa, memahami apa saja tugas dan fungsi KPK dan menjalankan dengan baik, InsyaAllah bisa.

5 komentar:

  1. Mantaap postingannya! Ngomong2 guru ekonominya siapa ya? Haha.. Sukses ya

    BalasHapus
  2. pendidikan oencegahan korupsi memang harus dimulai dari sedini mungkin

    BalasHapus
  3. Setuju nggak kalau koruptor dihukum mati???

    BalasHapus
  4. setuju dong koruptor kan juga pembunuh, secara tidak langsung.

    BalasHapus
  5. Andai aku ketua KPK
    aku ingin seperti ketua KPK yang sekarang. Seperti kata beliau. "Perjuangan melawan Korupsi adalah jihad. Jihad melawan kebathilan. Sampai mati pun akan kulawan"

    yap, benar. Kita mulai dari diri sendiri dulu dan sekarang

    BalasHapus